Di usia muda dan tanpa bekal dasar bisnis, Ulfah sukses jadi penjual Dorokdok, bahkan diundang jadi perwakilan usahawan mikro untuk berbicara di depan jajaran menteri. "Awalnya ini karena aku mengunggah Dorokdok di media sosial. Ada teman lihat dan pesan, lalu repeat order", kata Ulfah, yang ketika itu baru masuk jadi karyawan, dan beli Dorokdok pertamanya dari rekan kantor. Tanpa basic bisnis dan bermodal yakin kualitas Dorokdoknya bagus karena ada repeat order, Ulfah nekat jadi re-seller resmi. "Aku minjem 1,5 juta dari mama buat modal. Hari pertama, modal dua foto di media sosial, dapat 32 order", kata Ulfah. Setiap ada yang beli dan tag, akan dia repost, itu membuat ordernya bertambah. "Jam makan siang kantor, sibuk pesan GrabExpress, kirim pesanan sekaligus. Pengemudinya kukasih tester! Karena bolak-balik ambil order dan suka testernya, malah jadi re-seller", kata Ulfah. Pada akhirnya Ulfah membuat brand sendiri dan kerja sama langsung dengan pabrik asal Dorokdok. Di usia 25, Ulfah mengangkat kehidupan warga sekitar pabrik. Mulai dari ibu-ibu yang mengemas, sampai pemuda-pemuda yang mengangkut. Kini Ulfah menjual 4500 bungkus sehari. "Kita terus bangun relasi baik. UMKM itu mulia, selain menolong diri, sendiri, juga lapangan kerja buat orang lain." Ketika pandemi datang, pemerintah membuat Gerakan #BanggaBuatanIndonesia untuk mendorong UMKM yang masih offline agar beralih jadi online. "Orang lain tak berhenti berharap pada kita, pengusaha UMKM. Maka kita pun jangan berhenti terus usaha lalui semua."