Bergelut mengelola toko sembako di pasar dari 2004, membuat Jessya awam terhadap usaha online, tapi itu tak membuatnya mundur niat untuk memajukan tokonya. “Mulai coba online, karena pasar mulai sepi”, cerita Jessyca. “Kan ada pembatasan, yang datang ke toko makin jarang, akhirnya kita yang anter-anterin barangnya ke rumah-rumah”, lanjutnya. “Biasanya nganter yang dekat-dekat pasar aja, atau buat tetangga.” Tapi beralih online, tak semudah membalik telapak tangan. Dari 2004, Jessyca hanya bergelut di pasar, jadi dia tak punya pengalaman di luar offline. Tapi ini tidak menghentikannya untuk terus usaha dan belajar. “Awal-awalnya, barang cuma aku taro di Instagram, buat langganan deket rumah, yang biasa ke toko. Kalo mau beli, mereka bisa liat barangnya di IG, entar aku dan mama anter barangnya. Lama-lama cape juga, dapatnya ga seberapa”, kata Jessyca. Tapi didorong niat mau maju dan demi orang tua, pada akhirnya Jessyca mendaftarkan Toko Sembako Yenny ke jaringan toko online. Dalam 3 bulan, 3500 produknya terjual. “Apa semua orang jadi belanja online?”, tanyanya. “Jadi udah 3 bulan ini, aku jual dagangan di pasar secara offline dan online. Pagi, orang tua offline di pasar. Siangnya, aku lanjutin online”, kata Jessyca. “Nah, di awal pandemi itu, banyak orang yang naikin harga. Tapi toko kami ga naikin harga. Toh dari supplier naiknya masih wajar. Jadi harga ya sewajarnya aja. Ga perlu aji mumpung. Mungkin itu ya, yang bikin toko langsung rame. Mungkin karena harga kita normal, banding yang lain”, ceritanya. Tantangan terlalui, sekarang Jessyca bisa menikmati mudahnya bisa terus usaha. “Pelanggan perlu cepet bumbu masakan, tinggal diGrab. Kalo mau diGrab pagi, mereka udah chat dari malem. Ga anter sendiri lagi. Ga cape”, serunya. “Bisa jual ga cuma ke tetangga.” Buat Jessyca, meski pasar sudah kembali rame, tapi dia belajar dari pengalaman, dan usaha online akan terus dia lakukan. “Karena online kita bisa #TerusUsaha. Malah naik penjualan 3 kali lipat!”